Center for The Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Konrad-Adenuer-Stiftung (KAS) Indonesia-Timor Leste gelar pelatihan online dengan tema ‘Pengorganisasian media sosial secara efektif dalam kontra narasi ekstremis’, Rabu, 23 September 2020.
Anick Hamim Tohari selaku trainer menyampaikan bahwa pada masa pandemi ini penggunaan media sosial (medsos) semakin melonjak. Terlebih beberapa institusi yang menerapkan work from home (WFH) mulai dari sekolah, perusahaan, hingga beberapa kantor lainnya. Hal tersebut mengakibatkan beberapa kalangan mau tak mau harus menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi maupun pekerjaan.
“Di samping itu, user medsos yang sebelumnya hanya didominasi oleh orang-orang di atas 13 tahun, kini anak-anak SD bahkan TK sudah menggunakannya untuk keperluan sekolah, jelas founder demokrasi.id itu.
Media social, lanjutnya, sebagai sarana yang menawarkan hal-hal yang tak terbatas memiliki dua arah mata pisau. Dapat menjadi sesuatu yang mencerahkan (positif) atau bahkan memecah bangsa (negatif). Pertarungan opini publik dalam dunia medsos juga semakin diperkeruh oleh keberadaan algoritma.
“Sehingga, medsos yang meskipun menawarkan hal-hal tak terbatas sebenarnya membatasi pola pikir seseorang sebab ia hanya memberikan sesuatu yang menjadi kecendrungan para penggunanya,” ungkapnya.
Pesantren sebagai benteng moderatisme Islam memiliki peran yang cukup besar dalam menembus dinding-dinding algoritma serta pertarungan wacana publik untuk memberikan pengaruh yang positif. Terlebih banyak orang yang saat ini banyak menggunakan media sosial untuk memahami Islam.
“Jika ada pesantren yang menjauhi internet, maka akan sulit untuk melancarkan agenda yang dimilikinya,” ujarnya.