Pembubaran FPI dan Ormas Radikal
- Pembubaran FPI (sebelumnya HTI pada 2017) oleh pemerintahan Presiden Jokowi merupakan peristiwa penting menyangkut ormas Islam yang tiada presedennya di masa pasca-Orba.
- Pembubaran dengan beberapa alasan mengindikasikan sikap keras dan tegas Presiden Jokowi menghadapi ormas radikal tanpa mengkhawatirkan tuduhan anti-Islam, Islamo-fobia atau kriminalisasi ulama.
- Pembubaran FPI dan HTI tidak memunculkan ‘backlash’ atau reaksi balasan besar dan kuat dari jamaah umat Indonesia arus utama lebih besar.
- Reaksi beragam berkembang terkait tewasnya 6 laskar FPI oleh polisi di km 50 jalan tol Karawang.
Pasca-Pembubaran FPI: Setback Radikalisme
- Pembubaran FPI dan (sebelumnya) HTI membuat kelompok, gerakan atau ormas ‘radikal’ yang bergerak terbuka mengalami ‘setback’.
- Kelompok radikal teroristik juga mengalami kemunduran signifikan dengan penangkapan pimpinan dan selnya (2020, ada 228 tersangka pimpinan dan sel teroris ditangkap Densus 88).
- LSM advokasi HAM dan demokrasi mengalami kesulitan/dilema menghadapi pembubaran—menolak ormas dengan ideologi radikal yang sering main hakim, tapi harus membela HAM dan hak demokratis mereka.
- Kelompok radikal bisa membiak kembali jika krisis ekonomi, politik dan sosial meningkat akibat terus berlanjutnya Covid-19.
- Pembubaran FPI (sebelumnya) HTI terjadi seiring dengan terus merosotnya gerakan radikalisme (dan terorisme) di Timur Tengah yang menjadi sumber inpirasi dan kesetiaan organisasi, kelompok dan sel radikal (dan teroristik) di Indonesia.
- Ideologi dan gerakan radikal yang mau mengubah dasar negara (daulah Islamiyah, khilafah dan penerapan syariah juga mengalami kemunduran di Timur Tengah karena pembubaran dan represi al-Ikhwan al-Muslimun (IM) di Mesir oleh Presiden Abdelfatah el-Sisi.
- Financing gerakan radikal (Wahabisme, Salafisme dan kelompok teror) surut kesulitan keuangan di Arab Saudi, Qatar atau Kuwait—di Indonesia 87 rekening FPI diblokir PPATK.
Pasca-Pembubaran FPI, UU No 16/2017 tentang Ormas: Rekomendasi
- UU No 16/2017 memerlukan Peraturan Pemerintah (PP) untuk pengaturan rinci tindak lanjut pengawasan dan penindakan ‘ormas radikal’.
- Jika perlu dapat diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur lebih teknis berbagai masalah tentang pengawasan ‘ormas radikal.
- Beberapa hal yang perlu diatur dalam PP atau Perpres itu, misalnya tentang norma hukum, sanksi, prosedur hukum, pemberian izin, dan pencabutan izin/pembubaran ormas.
- Perlu penyelesaian ‘konflik’ dengan UU lain seperti UU No 16 tahun 2001 tentang Yayasan dan UU terkait lain.
- Ormas harus menyesuaikan diri/melakukan perubahan agar tidak terkena pembubaran dan sanksi pidana.
- HTI telah melakukan ‘pembubaran’ diri, tetapi nampaknya menyesuaikan diri dengan mengubah nama unit dan kegiatannya (Karim).
- Perlu pembinaan dari pemerintah dan masyarakat sipil terhadap kelompok masyarakat agar sesuai dengan ketentuan Perppu.
- Perlu kajian dan perumusan lebih lanjut tentang makna ‘kelompok radikal’ dan ‘radikalisme’.
UU No 16 Th 2017 tentang Ormas: Retrospeksi
- Perppu No 2/2017 (diadopsi DPR menjadi UU No 16/2017 tentang Ormas pada 24 Oktober 2017) adalah langkah terobosan untuk mengatasi konstrain UU No 17 Tahun 2003 tentang Ormas ‘radikal’ yang anti-Pancasila dan anti-NKRI.
- Menghapus 18 pasal UU Ormas; mengubah 5 pasal, yaitu pasal 1, 59, 60, 61, dan 62.
- Pasal 1 mengganti pengertian ‘Ormas’ menjadi lebih tegas dengan menekankan partisipasi Ormas dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Perubahan paling signifikan pada Pasal 59 yang menegaskan larangan terhadap Ormas:
1. Menerima dan memberikan dana secara bertentangan dengan peraturan-perundangan, dan juga untuk Parpol; 2. Melakukan perbuatan SARA; melakukan penyalahgunaan, penistaan dan penodaan agama; melakukan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum; melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum;.
- Ormas juga dilarang:
*Menggunakan nama, lambang, bendera atau simbol organisasi yang sama atau mirip dengan yang dimiliki organisasi/kelompok separatis dan terlarang.
*Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI dan/atau menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
- Juga menetapkan sanksi pidana:
*Pelanggaran terhadap pasal 59 ayat 3, huruf c dan d dengan pidana penjara paling sedikit 6 bulan dan paling lama 1 tahun.
*Pelanggaran terhadap pasal 59 ayat 3 huruf a dan b, dan ayat 4 dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
UU No 16 Th 2017 tentang Ormas: Pembubaran
- UU No 16/2017 tentang Ormas pada (24/10/2017) tidak secara spesifik menjadikan Ormas Islam sebagai target pembubaran.
- Pembubaran dilakukan Kemenkunham dan/atau Kemendagri.
- Pembubaran dapat digugat ke Lembaga Peradilan dan Mahkamah Konstitusi.
- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan pemerintah karena menyebarkan/bertujuan membentuk ‘khilafah’ yang mengancam kedaulatan NKRI dan Pancasila.
- FPI bubar dengan sendirinya karena tidak terdaftar lagi (SKT) di Kemendagri.
- FPI tidak lagi memiliki legal standing.
Pengertian Radikal dan Radikalisme
- From ‘radix’= ‘root’ or ‘source’, thus ‘radical’= (change or action) relating to or affecting the fundamental nature of something; far reaching or thorough; advocating thorough or complete political or social reform.
- ‘radicalism’ means political orientation of those favoring revolutionary change. In political science, radicalism is the belief that society needs to be changed and these changes are only possible through revolutionary means.
- ‘religious radicalism’ refers to extremely violent acts in the name of religion.
Tipologi Radikalisme
- Radikalisme politik; perbedaan ideologis, diskriminasi sos-pol dan kekerasan politik.
- Radikalisme ekonomi; kesenjangan pendapatan dan penguasaan sumber-sumber ekonomi dan kelas sosial.
- Radikalisme budaya; perbedaan dan disparitas budaya, bahasa, monokulturalisme.
- Radikalisme agama (dibahas lebih rinci berikut).
Radikalisme dan Agama
- Radikalisme terdapat dalam semua agama baik ‘agama samawi’ (Abrahamic religions, Yahudi, Kristiani, Islam) maupun ‘agama ardhi/bumi (Hindu, Budha, Shinto).
- Radikalisme terkait agama memiliki sejarah panjang di berbagai bagian dunia.
- Kompleksitas radikalisme agama meningkat di masa modern dan kontemporer, terkait banyak dengan faktor non-agama—ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.
Akar Radikalisme Agama: Faktor Internal
- Pemahaman literal, ad hoc dan sepotong-potong atas kitab suci atau doktrin tertentu dalam agama.
- Paham eskatologis dalam kalangan umat beragama (kiamat, Imam Mahdi, Ratu Adil, Messiah).
- Sektarianisme/fanatisme terhadap aliran/faham tertentu yang ada dalam agama.
- Konflik kepemimpinan agama; kontestasi kepemimpinan dan pengaruh.
Akar Radikalisme Agama: Faktor Eksternal
- Politik; ideologi sekuler negara-bangsa; sekularisme, Darwinisme sosial; ‘religiously unfriendly ideology.
- Ketimpangan power-sharing; dominasi kelompok politik/kelompok agama tertentu.
- Ketimpangan ekonomi dan sumber daya; meluasnya kemiskinan dan pengangguran.
- Kepincangan hubungan internasional; ketidakadilan terhadap negara tertentu.
- Globalisasi, liberalisasi, demokratisasi; penyebaran paham, ideologi, dan gerakan trans-nasional.
Tipologi Gerakan Radikal Agama
- Radikalisme non-politis; orientasi penyebaran agama/penciptaan masyarakat sesuai agama (fundamentalisme Kristen AS, Jama’ah Tabligh).
- Radikalisme politis tapi damai (HTI).
- Radikalisme politis violent dan teroristik (FPI, sempalan IM, JI, MMI, JAT, al-Qaidah, ISIS).
Mengatasi Radikalisme: Penguatan Islam Wasathiyah
- Islam Indonesia pada dasarnya adalah Islam wasathiyah—’justly-balanced Islam’, inklusif, akomodatif, dan toleran.
- Islam Indonesia diwakili ormas besar arus utama seperti NU, Muhammadiyah dan banyak lagi di seluruh tanah air.
- Ormas Islam wasathiyah memiliki pengaruh kuat dan leverage dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan.
- Ormas Islam wasathiyah perlu melakukan penguatan dan revitalisasi pemahaman dan praktek Islam wasathiyah di seluruh lapisan masyarakat.
Ormas Islam sebagai Islamic-based Civil Society
- Ormas Islam wasathiyah terutama bergerak untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, penyantunan sosial, dan ekonomi.
- Ormas Islam wasathiyah juga merupakan Islamic-based Civil Society; “independent vis-à-vis state, self-regulating, self-financing, playing mediating and bridging roles between state and society”.
- Ormas Islam wasathiyah berperan besar dalam menumbuhkan ‘civic culture’ dan ‘civility’ yang penting untuk penguatan demokrasi dan pencegahan ekstremisme dan radikalisme.
Mengatasi Radikalisme Agama: Lokus Pendidikan
- Pemberdayaan religious-based Civil Society Organizations (seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain) untuk penguatan komitmen kebangsaan di pesantren, madrasah, sekolah Islam, perguruan tinggi.
- Peningkatan sosialisasi pemahaman dan praksis Islam wasathiyah pada setiap jenjang pendidikan.
- Pemberdayaan organisasi intra dan ekstra-kurikuler sekolah dan kampus PT.
- Pemberdayaan keluarga sebagai lokus pertama penumbuhan paham Islam wasathiyah.
Mengatasi Radikalisme: Revitalisasi Ideologi Kebangsaan
- Penguatan dasar, paham, dan ideologi kebangsaan (UUD 1945, Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) untuk guru, dosen, mahasiswa, pemuda, dan remaja.
- Revitalisasi, rejuvenasi, dan resosialisasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, baik secara konsep maupun praksis.
- Mendekatkan cita ideal kebangsaan (seperti terpatri dalam empat prinsip negara-bangsa Indonesia) dengan realitas kehidupan warga sehari-hari.
Mengatasi Radikalisme: Koprdinasi Pemerintahan
- Penegakan hukum secara tegas, terukur dan adil.
- Penciptaan keadilan sosial, ekonomi, dan politik—kian pincang semakin rawan bagi pertumbuhan ekstremisme dan radikalisme.
- Penguatan kordinasi antar-Kementerian/lembaga pemerintah.
- Deradikalisasi komprehensif dan integrated di antara lembaga pemerintah dan organisasi/lembaga masyarakat.
- Penataan hubungan dan keadilan hubungan internasional.
*Disampaikan dalam Zoominar ‘Outlook 2021: Pembubaran FPI dan Tantangan Ekstrimisme dan Radikalisme di Indonesia, CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 15 Januari 2021.
Penyunting: Nirwansyah
Sumber : jibpost.id