CSRC UIN Jakarta Gelar Diseminasi Hasil Kajian Akademik

blog

Center for The Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Pusat Kajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menggelar Diseminasi Hasil Kajian Akademik terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Pelaksanaannya tentang Warga Negara dan Penduduk, HAM, Agama, serta Pertahanan dan Keamanan Negara, Selasa 114/12/2021). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari kegiatan survei nasional yang telah dilakukan sebelumnya dengan tema yang sama.

Direktur CSRC UIN Jakarta Idris Hemay menuturkan bahwa tujuan dari kajian ini adalah ingin melihat kembali pasal-pasal dari tema pembahasan (BAB X Warga Negara dan Penduduk, BAB XA HAM,  BAB XI Agama, BAB XII Pertahanan dan Keamanan Negara) apakah secara materi terdapat permasalahan dalam pasal perpasal, atau mungkin sudah tidak relevan dengan konteks saat ini.

Jika iya, maka perlu perubahan-perubahan untuk merespon dinamika, baik dalam konteks nasional maupun internasional, Undang-undang Dasar bukanlah kitab suci yang tidak bisa dirubah, tetapi bisa dilakukan perubahan dengan kesepakatan dari berbagai pihak, seperti politisi, parlemen dll,” ujarnya di Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Beberapa permasalahan meurut Mohalli Ahmad di antaranya terkait dengan konsep warga negara. Definisi warga sebagaimana dalam Pasal 26 ayat (1) yang berbunyi: “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”.

Dari sini saja banyak memunculkan permasalahan di antaranya terdapat pandangan yang mengartikan “bangsa Indonesia asli” itu sebangun dengan pribumi versus non-pribumi, asli versus pendatang, asli versus peranakan,

Beberapa kejadian seperti menimpa etnis Tionghoai,—meski dengan skala kecil dan seringkali bersifat personal—berakar batu pada pandangan semacam itu. Di sisi lain terbangun logika oposisional superior-inferior didasarkan pada asli-pendatang.

“Bahkan  Orang Tionghoa betapa pun menjadi WNI sejak lahir tetap dipandang orang luar, Jelas Peneliti CSRC UIN Jakarta itu.

Ahli Tata Negara Universitas Indonesia, Ghunarsa Sujatnika juga menyatakan terkait implementasi dari konsep penduduk dan warga negara.  Dalam polemik diaspora sendiri siapakah yang akan diuntungkan, apakah warga negara atau negara?

“Kalau kita lihat dari perspektif negara, misal saya warga negara indonesia tetapi warga negara Jerman juga, dalam konteks bayar pajak saya bayar pajaknya kemana? Ataukah saya membayar pajak kedua negara atau ke salah satu? Kalaupun salah satu itu akan menguntungkan salah satu negara. Juga misal, saya ingin mendirikan usaha di Indonesia, mau pakai kewarganegraan mana? Kalau saya menggunakan identitas WNA tentu lebih besar pembayarannya,” kata Ghunarsa.

Hal-hal seperti itu, lanjutnya, yang implementasinya perlu ditanamkan dalam konsep diaspora. Seperti dalam kasus Gloria yang pernah terjadi di masa lalu. Hal ini juga menyebabkan perlakuan diskriminasi. Jadi kata “bangsa Indonesia asli” ini memang masih menjadi perdebatan hingga saat ini

Irfan Abubakar selaku ketua tim peneliti sekaligus narasumber dalam klegiatan diseminasi menyampaikan beberapa rekomendasi dari permasalahan kajian di antaranya adalah:

Pertama, Perlunya merevisi Undang-Undang ITE terkait pasal-pasal multitafsir, terutama pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.

Kedua, Revisi perlu mengacu kepada SKB Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021, tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU ITE (instrumental).

Ketiga, Pelaksanaan pembubaran Ormas perlu dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang inkracht, mengingat kebijakan pembubaran Ormas berkaitan dengan perlindungan HAM warga negara.

Keempat, Ketentuan terkait parameter penodaan agama dalam UU No 1 PNPS 1965 perlu dipertegas dan ditujukan untuk menjaminn kebebasan beragama bagi kelompok minoritas.

Kelima, (PBM) yang mengatur pendirian rumah ibadah perlu disesuikan lagi dengan prinsip-prinsip umum HAM dan kebebasan beragama sebagaimana amanat UUD NRI Tahun 1945, Pasal 28E Ayat (1) dan (2), Pasal 28I Ayat (1), serta Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.

Linkage