الحَمْدُ لِلهِ، الحَمْدُ لِله الَّذِيْ شَرَعَ عَلَيْنَا الجِهَادَ، وَحَرَّمَ عَلَيْناَ الفَسَادَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
شهادَةَ أدَخَرَهَا لِيَوْمِ المِعَاد، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَىسبيلِ الرَّشَادِ. اللهمّ صَلّ
وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلِى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ
تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita berbagai kenikmatan, baik itu nikmat iman, Islam, dan sehat walafiyat, sehingga kita mampu berkumpul untuk melaksanakan ibadah salat jumat berjamaah di masjid yang penuh berkah ini. Kemudian shalawat beriring salam, semoga terlimpah curahkan kepada nabi besar kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman peradaban ini.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,
Khatib berwasiat dan berpesan kepada seluruh hadirin untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan dan nilai keimanan kepada Allah SWT, dengan sebaik-baiknya takwa. Takwa yang dimaknai menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Di era modern dan post truth ini, banyak orang yang menuding bahwa Islam merupakan agama yang keras dan kejam, serta munculnya gerakan Islamophobia di belahan dunia, yang mana mereka terang-terangan membenci dan mencerca ajaran Islam. Tentunya hal di atas disebabkan oleh beberapa hal, setidaknya dua faktor yang melatarbelakangi Islam dicap sebagai agama yang keras. Pertama, Faktor eskternal, di mana isu muncul dari orang-orang yang melakukan propaganda untuk kehancuran Islam itu sendiri dengan menyematkan image buruk pada pemeluknya. Kedua, Disebabkan faktor internal, di mana banyak umat Islam itu sendiri yang tidak mengimplmentasikan nilai-nilai ajaran Islam secara kaffah. Padahal Allah SWT berfirman
يا ايها الذين آمنوا ادخلوا فى السلم كافة، ولا تتبعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدو مبين
"Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah (menyeluruh/total). Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata kalian". (Q.S. Al-Baqarah:208)
Ayat di atas menunjukan bahwa Allah memerintahkan kepada setiap orang yang beriman untuk mempelajari, mendalami dan menyelami ajaran Islam secara komprehensif, holistik, dan universal. Sehingga tidak keliru dalam memahami ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
Karena banyak yang mengira bahwa ajaran Islam menghalalkan kekejaman, memperkenankan pembunuhan, melegalkan kekerasan selama itu demi izzah agama tanpa mereka memahami dari teks-teks keagamaan itu sendiri dengan baik.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Akhir-akhir ini sedang trending soal ustadz-ustadz yang menyampaikan atas nama Islam, justru memprovokasi umat, meresahkan umat, bahkan mengancam kerukunan umat beragama. Melalui mimbar-mimbar keagamaan, mereka menghasut masyarakat untuk membenci dan menyatakan pemerintah yang sah di negeri ini sebagai thagut dan layaknya Fir’aun. Kemudian mendorong masyarakat untuk melakukan makar, bahkan aksi-aksi terorisme di beberapa tempat. Bahkan mereka berkisah bahwa izzah Islam atau kejayaan Islam dapat diraih hanya dengan tegaknya khilafah dan khilafah dapat ditegakkan dengan cara memerangi pemerintahan yang sah dan zalim, karena Islampun dapat meluas dengan cara pedang dan perang.
Sekiranya hal di ataslah yang memperburuk citra Islam di mata dunia, khususnya di Indonesia. Maka kelakuan umat Islam sendiri yang menyebabkan Islamophobia itu muncul di beberapa negara. Apakah Benar Islam itu jaya dan datang dengan pedang dan perang?
Hadirin yang dirahmati Allah,
Umat Islam periode awal pernah mengalami ketegangan militer dengan kaum musyrikin Quraisy ketika sekitar 1400 muslimin hendak menunaikan ibadah haji. Kaum musyirikin yang tidak rela berupaya menghalangi pintu masuk kota Makkah dengan kekuatan militer yang cukup besar. Di sinilah Rasulullah mengambil jalur perundingan. Hasilnya, pada bulan Maret 628 M atau Dzulqaidah 6 H, perjanjian hudaibiyah atau disebut ”shulhul hudaibiyah” ditetapkan, di antaranya menyepakati adanya gencatan senjata dan kesempatan beribadah umat Islam di Makkah.
Kitab Hayat al-Shahabah karangan Al-Kandahlawi menjelaskan, ternyata perundingan tak berlangsung mulus, bahkan cenderung merugikan umat Islam. Contohnya, muncul penolakan-penolakan terkait dengan sebagian redaksi pembuka perjanjian yang diusulkan Rasulullah. Waktu itu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada juru tulisnya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, “Tulislah bismillâhirrahmânirrahim (atas nama Allah yang maha rahman lagi maha rahim).”
Perwakilan musyrikin Quraisy, Suhail bin Amr, langsung protes, “Ar-Rahman? Aku tak mengenal dia. Tulis saja bismika allahumma seperti biasanya!” Umat Islam geram dengan penolakan tersebut. Mereka tetap menginginkan kalimat agung bismillâhirramânirrahim tetap tercantum dalam teks perjanjian. Tapi apa respon Nabi? Kata beliau kepada Sayyidina Ali, “Tulis saja bismika allahumma.” Lantas Rasulullah melanjutkan, “Tulis lagi, hadza ma qadla ’alaih muhammad rasulullah (Inilah ketetapan Muhammad rasulullah).” Suhail pun kembali berontak, ”Sumpah, seandainya kami mengakui kau adalah rasulullah (utusan Allah), kami tak akan menghalangimu mengunjungi Ka’bah. Jadi tulis saja Muhammad bin Abdullah.” Jawab Nabi, “Sungguh aku adalah rasulullâh meskipun kalian mengingkarinya.” Akhirnya Nabi mengabulkan tuntutan musyrikin Quraisy untuk menghapus frase rasulullâh dan menggantinya Muhammad bin Abdullah saja. Dan perjanjian Hudaibiyah pun terwujud sehingga umat Islam dan beribaadah dengan aman.
Potongan sejarah ini tak hanya menunjukkan Rasulullah sebagai diplomat ulung untuk menghindari perperangan dan pertumpahan darah di antara kaum muslimin dan musyrikin. karena yang dikorbankan toh simbol-simbol formal belaka. Bagi Nabi, perdamaian jauh lebih penting ketimbang simbol-simbol tersebut. Lagi pula dengan perjanjian tersebut, umat Islam tak lantas kehilangan iman tauhidnya atau tidak bebas menjaankan ibadah.
Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah,
Jikalau kita memahami lebih dalam lagi dari kata Islam, sungguh tak akan ada satupun yang mengatakan bahwa Islam adalah agama perang atau menyelesaikan segala hal dengan pedang. Karena intisari makna Islam itu sendiri ialah kedamaian dan keselamatan. Bahkan salah satu dari 99 nama indah Allah (asmâul husna) adalah As-Salâm yang berarti (mahamemberi kedamaian/keselamatan). Nabi Muhammad SAW bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُو السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوْا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Wahai manusia, tebarkanlah perdamaian, berilah makan orang lain, dan shalatlah di saat orang-orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan Hakim)
Dalam sejarah peperangan yang dialami umat Islam pun tak pernah pihak muslimin dalam posisi menyerang kecuali pada perang Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), itu pun lantaran perjanjian Hudaibiyah dilanggar secara sepihak oleh kaum musyrikin; dan proses kemenangan juga diraih Islam tanpa merusak fasilitas publik dan menumpahkan darah setetes pun. Bila ditelisik lebih jauh, sejatinya perang dalam Islam dilatarbelakangi oleh alasan meladeni serangan musuh, seperti yang terjadi dalam perang Badar, Uhud, dan Khandaq.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT,
Apabila Islam tersebar ke seantero dunia dengan pedang, justru hanya akan menimbulkan kebencian, dendam, dan perpecahan di dalamnya. Kemudian pernyataan bahwa Islam dapat berjaya dengan perang dan pedang itu merupakan pernyataan yang tak mendasar. Tapi realitanya Islam tersebar luas di Nusantara ini tanpa pertumpahan darah, tapi justru dengan penuh izzah. Contohnya, melalui perdagangan, perkawinan, dan diplomasi dakwah yang dilakukan secara santun oleh para Wali Songo. Hal itu juga tercatatkan dalam kitab Dr. Basyar al-Jafari yang berjudul Awliya al-Syarq al-Ba’id, suatu kitab yang dikarang oleh orang Timur Tengah tentang kiprah Wali Songo dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat Nusantara yang beragama Hindu dan Budha.
Dalam konteks saat ini banyak yang menyatakan bahwa pemerintah ini layaknya Fir’aun, sungguh pernyataan tendensius dan merupakan bibit pemikiran ekstrim, Karena di negara ini, semua umat Islam diperkenankan beribadah secara bebas dan semuanya dapat melakukan semua rukun Islam secara sempurna.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT,
Marilah kita perkenalkan ajaran Islam yang sesungguhnya kepada seluruh umat Manusia, ajaran yang mengajarkan ramah, bukan marah, merangkul, bukan memukul, dan mendidik, bukan menghardik. Umat non muslim tak pernah membaca al-Qur’an dan hadis, apalagi kitab para ulama. Mereka hanya membaca tingkah laku dan perbuatan kita, maka berbuatlah dan berperilakulah seperti yang difirmankan Allah dan disabdakan Rasulullah.
Demikian Khotbah yang singkat ini, semoga kita mampu menjadi pribadi muslim yang humanis, humble, dan supel kepada seluruh umat Manusia, agar wajah Islam tertunjukkan dengan wajah aslinya. Wajah yang penuh ketenangan, kedamaian, dan keselamatan. Bukan kekerasan, kekejaman dan peperangan.
Muhammad Hudori, Pengajar Pondok Pesantren Darul Ulum Lido, Bogor