Khutbah Jumat: Demokrasi, Aplikasi Modern terhadap Prinsip Musyawarah

blog

Khutbah I

 اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى خَاتَمِ اْلاَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. dengan sebenar-benarnya takwa, menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Salah satu kenikmatan terbesar yang Allah karuniakan kepada kita adalah sebuah negara yang besar, negara yang kaya akan sumber daya alam, kaya akan budaya, beranekaragam suku dan bahasa, yang bernama Indonesia. Sebuah negara yang aman, tenteram, dimana kita dapat beribadah dengan tenang dan penuh kedamaian. Bayangkan seandainya negara ini dalam keadaan perang. Jangankan beribadah, makan dan minum pun akan sangat susah. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negeri dimana kita menjalankan kehidupan kita dengan aman dan damai, berusaha menjemput rezeki dari hasil buminya yang diciptakan Allah, dan bersyukur atas segala karunia-Nya dengan beribadah dan menaati segala ketentua-Nya.

Kita, umat Islam khususnya, berkewajiban menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berbagai cara yang dapat kita sumbangkan bagi negeri. Terutama dengan menjaga seluruh warisan para pendiri bangsa dan negara dari segala ancaman, dari dalam maupun dari luar, yang dapat menimbulkan perpecahan dan disintegrasi antar sesama anak bangsa.  Sebagai umat terbesar di negeri ini, kita berkewajiban mengayomi umat agama lain, menghormati keyakinan agama dan kepercayaannya, tenggang rasa terhadap prakitk keagamaan yang berbeda dengan ibadah dan ritual keagamaan kita sendiri. Kita juga berkewajiban menjadi teladan dalam melaksanakan sendi-sendi kehidupan bernegara dan berbangsa, mentaati UU dan aturan yang telah disepakati, dan menjalankan amanah kepemimpinan yang diberikan. Seperti itulah teladan yang telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad saw. Itulah praktek dari sikap takwa yang sesungguhnya, menjaga akhlak dalam hidup bernegara, agar terwujud kehidupan yang aman, tenteram, dan damai.

Sebagai umat yang diajarkan berakhlakul karimah tidaklah pantas kita mengecilkan jasa-jasa para pendahulu yang membangun dan meletakkan dasar-dasar negara kita. Tidaklah pantas kita menyebut negara hasil kesepakatan dan perjanjian (Dârul Ahdi wa al-Syahâdah) para ulama dan umara ini dengan negara kafir, dan tidaklah pantas menyebut negara yang didasarkan pada ketuhanan dan prinsip musyawarah ini sebagai negara Thaghut atau Tiran. Penyebutan yang demikian itu termasuk tuduhan yang mengada-ada, anggapan yang tidak berdasarkan bukti nyata, dan pemikiran yang sesat dan menyesatkan.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Islam adalah agama yang maju dan dinamis, shalih likulli zamân wa kulli makân, sesuai untuk setiap zaman dan setiap tempat. Islam tidak melarang pemeluknya di seluruh penjuru dunia untuk memilih sistem bernegara karena hal itu merupakan hasil kesepakatan bangsa-bangsa yang menghuni negara tersebut. Islam tidak juga mengharuskan memilih sistem kerajaan seperti di Arab Saudi, memilih sistem Emirat seperti di negara Uni Emirat Arab, atau memilih sistem demokrasi seperti di Indonesia. Setiap umat Islam yang mendiami masing-masing negara tersebut tentu akan menerapkan sistem bernegara dengan melihat situasi dan kondisi serta latar sejarah masing-masing bangsa dan negara.

Sistem bernegara hanya bersifat waqiiyyah, mengikuti kenyataan faktual, situasional dan kondisional yang ditentukan oleh ijtihad suatu masyarakat dalam menentukan kehidupannya dalam mengurus sebuah negara. Sistem bernegara tidaklah bagian dari akidah Islam yang bersifat mutlak (qath’iy), tapi bagian dari ijtihad yang bersifat relatif atau dzanny. Wilayah-wilayah Nusantara dulu dijajah oleh Belanda dan Jepang. Kemudian para pemimpin Indonesia, baik dari kalangan aktivis pergerakan, ulama, intelektual, maupun tokoh-tokoh daerah, didukung oleh seluruh rakyat Indonesia bersatu mengusir penjajah. Para pemimpin lantas sepakat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang hingga hari ini tetap kokoh berdiri dengan demokrasi sebagai sistem bernegara.

Kita bersyukur berhasil menjaga dan meneruskan kesepakatan para pendiri bangsa kita kendati harus menghadapi berbagai angin dan gelombang yang menantang cita-cita kita. Namun, kita behasil melewati tantangan tersebut dengan baik. Sejak Reformasi tahun 1998, kita telah berhasil lima kali menyelenggarakan pemilu sebagai bagian penting demokrasi. Semuanya berlangsung dengan aman dan damai. Kita juga bersyukur setelah Reformasi para wakil rakyat telah berhasil memperkuat sistem negara hukum, memperkuat sistem pengawasan, penegakkan hukum, selain sistem pemerintahan itu sendiri. Semua itu menunjukkan kemantapan dalam sistem bernegara dan berbangsa kita yang berdiri atas prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi antara lembaga negara sehingga dapat terhindar dari praktik kekuasaan yang dijalankan dengan otoriter dan sewenang-wenang.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Mungkin ada sebagian yang bertanya, apakah sistem demokrasi seperti ini sesaui dengan ajaran Islam? Jawabannya, tentulah sistem demokrasi sesuai dengan ajaran Islam yang memandang pemerintah sebagai penjaga amanah dan penegak keadilan. Seperti yang termaktub dalam Al-Quran:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Artinya:“Sungguh Allah memerintah kalian untuk selalu menunaikan amanah kepada ahlinya, dan bila kalian memutuskan hukum di antara manusia maka putuskanlah hukum secara adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 58)

Rasulullah Saw. juga bersabda:

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ الغِفَارِيِّ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِيْ؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِيْ، ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ، وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي فِيْهَا. رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِي صَحِيحِهِ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلَ فِي مُسْنَدِهِ

Artinya:“Diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata, Saya berkata: ‘Wahai Rasulullah, mengapa tidak engkau pekerjakan aku untuk diangkat menjadi pejabat?’ Abu Dzar berkata, ‘Lalu Rasulullah saw memukul pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda: ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah dan jabatan itu merupakan amanat, dan pada hari kiamat merupakan kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya secara benar menunaikan kewajiban dalam amanat tersebut.” (HR. Muslim dalam Shahihnya dan Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya).


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah

Ayat Al-Quran dan Hadits Nabawi tersebut menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang berat. Selain tanggung jawab di dunia, juga akan ditanya pertanggungjawabannya di akhirat. Karena beratnya amanah kepemimpinan dalam bernegara, maka dibutuhkan sistem yang baik dan kuat untuk menjamin kekuasaan dijalankan secara adil dan terbuka. Sistem demokrasi merupakan hasil perkembangan kemajuan peradaban manusia dalam pelaksnaan politik. Sistem demokrasi adalah penjabaran paling modern dari prinsip musyawarah yang sangat ditekan dalam al-Qur’an dalam hal dimana umat Islam menentukan dan menjalankan urusan publik. Allah berfirman:

وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ

Artinya:“Mereka (para pengikut Nabi Muhammad) memutuskan dan menjalankan urusan pemerintahan dengan cara bermusyawarah.” (Q.S. Asy-Syura [42]: 38)

Dengan penekanan pada musyawarah, Islam menolak pemerintahan tangan besi, pemerintahan diktator, dan pemeritahan otoriter karena semuanya menjalankan kekuasaan secara mutlak tanpa didasarkan musyarawah dan kesepakatan bersama. Dengan penekanan pada musyawarah pula, Islam berjalan seiring dengan sistem musyawarah yang menyelesaikan segala perbedaan pendapat dan kepentingan dalam mengatur urusan publik dengan cara-cara musyawarah, mendengarkan pendapat berbagai pihak, dan memutuskan dengan baik serta menjalan kesepakatan tersebut dengan konisten dan konsekuen. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran [3]: 159

وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ

Artinya:“…dan hendaklah engkau (wahai Muhammad) bermusyawarah dengan mereka. Apabila telah engkau (wahai Nabi) putuskan, (maka jalankanlah keputusan tersebut) dengan senantiasa bertawakkal kepada Allah.”

Hadirin jamaah sidang Jumat rahimakumullah,

Semoga penjelasan dalam khutbah Jumat ini dapat menjadi bekal bagi kita untuk terus memupuk rasa cinta terhadap Tanah Air kita Indonesia, negeri yang aman dan damai, tempat kita bersimpuh menghamba dan menyembah Allah SWT agar iman dan takwa kita tetap terjaga dan terus meningkat. Amin ya Robbal ‘Alamin...

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْراً كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِرْغامًا لِمَنْ جَحَدَ بِه وكَفَرَ، وأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ والْبَشَرِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ وصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وأُذُنٌ بِخَبَرٍ، أَمَّا بَعْدُ

فيَآ أَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَاَلى وَذَرُوا الْفَواحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَحَافِظُوا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ . وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيه بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ قُدْسِهِ، فَقالَ تَعَالَى ولَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا محمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى َاٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الَّذِيْنَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكَانُوْا بِهِ يَعْدِلُوْنَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ و عُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرَامِ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ لَا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَةً، ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيَامَةِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالمُشْركِينَ، ودَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اٰمِنَّا فِي دُوْرِنَا وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اَللّٰهُمَّ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ والْأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَبَاءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا والزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً، وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

فَيَا عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَعَزَّ وَأَجَلَّ وَأَكْبَرُ. أَقِيْمُوا الصَّلاَةَ

 

M. Afthon Lubbi, Pengajar Pondok Pesantren Al-Manar Azhari, Depok, Jawa Barat

Linkage