Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا بِالْعِلْمِ وَالْحِكَمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ خَالِقُ الْأَنَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ سَيِّدُ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ، أمَّا بَعْدُ.
فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin, jamaah Jumat rahimakumullah,
Pada kesempatan Jumat yang mulia ini, mari kita bersama memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt. atas segala limpahan karunia dan nikmat-Nya untuk kita semua. Mari kita isi hidup ini dengan ketaatan dan ketakwaan yang akan membawa keselamatan dan kebahagiaan bagi kita untuk kehidupan di dunia ini. Semoga kita semua mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat nanti.
Hadirin rahimakumullah,
Hari ini kita semua sudah masuk pada era digital, dimana teknologi informasi dan komunikasi semakin canggih dan memberikan kesempatan yang terbuka bagi kita untuk mengakses dengan super cepat berbagai informasi di internet dan media sosial. Interaksi sosial di dunia maya sudah semakin bebas dan semakin sulit untuk dibatasi. Masing-masing orang menggunakan media sosial untuk kepentingannya sendiri-sendiri; dari sekedar mencari popularitas, mengais rejeki, hingga bahkan untuk tujuan-tujuan politis yang cenderung kotor dan tidak memperhatikan halal dan haram.
Belum lama ini Microsoft merilis ‘Digital Civility Index’ (Indeks Keberadaban Digital) untuk mengukur tingkat keberadaban atau kesopanan pengguna internet di dunia. Survei yang dilakukan sepanjang tahun 2020 ini memberikan laporan yang hasilnya mengejutkan. Rupanya negara kita Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei. Kita ternyata memiliki tingkat kesopanan yang sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan untuk wilayah Asia Tenggara pun netizen Indonesia dinilai yang paling rendah tingkat kesopanannya.
Hadirin rahimakumullah,
Sangat memprihatinkan bagi kita karena ternyata media yang ada di genggaman kita kerap digunakan untuk berbagai hal yang tidak produktif bahkan sangat berpotensi untuk merusak tatanan kehidupan. Disebutkan dalam laporan ini bahwa terdapat dua hal pokok yang menjadikan kita dianggap tidak sopan atau tidak beradab dalam menggunakan internet. Yang pertama karena media sosial kita masih banyak menampilkan hoaks dan penipuan. Lalu yang kedua karena masih banyak dijumpainya ujaran-ujaran kebencian.
Tidak bisa kita pungkiri, kaum Muslim yang mayoritas di negeri ini tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari citra negatif ini. Meskipun berat, tapi kita harus menerima kenyataan bahwa pelaku hoaks itu sebagiannya adalah saudara-saudara yang Muslim. Ujaran-ujaran kebencian masih kerap kita jumpai dalam interaksi kita sesama Muslim. Dengan berbagai dalih, kita masih suka menjelek-jelekkan saudara sendiri, mencela, dan menganggap remeh orang yang berbeda pemahaman. Kita masih suka melontarkan sebutan atau ujaran yang tidak sepantasnya disampaikan kepada sesama Muslim. Sering sekali karena perbedaan warna politik, satu kelompok mencibir kelompok yang lain dengan sebutan yang tidak pantas untuk diucapkan. Sebutan ahli bid’ah, ahli neraka, fasik dan kaum munafik masih sering kita jumpai di perbincangan umum, termasuk di mimbar-mimbar pengajian dan lebih banyak lagi kita jumpai di media sosial.
Hadirin rahimakumullah,
Ada satu hal yang perlu diwaspadai oleh kita kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang doktrin yang diajarkan oleh kelompok ekstremis. Doktrin yang dimaksud adalah al-wala wal-bara. Doktrin ini dianggap memberikan sumbangan terbesar pada lahirnya kebencian dan permusuhan. Pada awalnya dahulu doktrin ini diperkenalkan oleh Imam Ibnu Taimiyah untuk menjelaskan kedudukan kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir. Al-wala, yang berarti kecintaan dan perlindungan, mengharuskan seorang Muslim hanya mencintai dan melindungi sesama Muslim saja dan menjauhi pergaulan dengan orang-orang kafir. Sedangkan al-bara, yang berarti berlepas diri, mengharuskan melepaskan diri dari seorang Muslim yang menolak doktrin al-Wala, yakni masih mau bergaul dan bersahabat dengan orang-orang kafir. Bila terjadi hal yang buruk atas mereka, maka tidak ada kewajiban bagi Muslim untuk menolong atau bersimpati kepadanya karena dia juga dinilai telah kafir.
Doktrin al-wala wal-bara ini kemudian dipopulerkan oleh kelompok Salafi dan dianggap sebagai salah satu dari prinsip akidah mereka. Dengan doktrin ini, mereka sangat menekankan kebencian terhadap orang-orang kafir. Bahkan kemudian bukan hanya orang kafir saja yang mereka benci, tetapi juga kelompok muslim yang menurutnya tidak sepaham dengan pemahaman mereka. Di tangan kelompok ekstremis, doktrin al-wala wal-bara telah dijadikan sebagai dalih untuk memusuhi sesama muslim yang hakikatnya tentu ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, bahwa kita harus menjaga persaudaraan sesama Muslim.
Islam sendiri mengajarkan penghormatan kepada mereka yang non-Muslim. Dalam Al-Qur’an mereka yang non-Muslim sering disebut dengan panggilan Ahlul Kitab. Tidak semua Ahlul Kitab bisa disebut kafir harbi atau orang kafir yang boleh diperangi. Rasulullah sendiri menyampaikan larangan untuk menyakiti dzimmi atau mereka yang bukan Muslim tetapi tidak memusuhi umat Islam. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda,
مَنْ آذَى ذِمِّيًا فَقَدْ آذَانِيْ، وَمَنْ آذَانِيْ فَقَدْ آذَى اللهَ
Artinya:“Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (non-muslim yang tidak memerangi umat muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barangsiapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR. Thabrani)
Hadirin rahimakumullah,
Dalam hal pergaulan kita sesama muslim, Allah Swt. telah menyampaikan pedoman agar kita selalu menjaga kehormatan (hifzhul ‘irdhi). Jangan sampai ada seorang Muslim yang mencela saudaranya dan merasa dirinya lebih baik dari Muslim yang lainnya. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat (49): 11,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”
Hadirin rahimakumullah,
Menyampaikan kebencian, mencela, mengutuk dan semua jenis kalimat kotor yang dilontarkan oleh seorang Muslim sama sekali tidak mencerminkan akhlak yang baik. Rasulullah menegaskan,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
Artinya:“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan orang yang keji, dan bukan pula orang yang kotor omongannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Rasulullah juga bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Artinya:“Mencaci maki seorang Muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Untuk menutup khutbah ini, mari kita renungkan kembali pesan Rasulullah yang menyampaikan pentingnya kita semua untuk menjaga lisan kita. Rasulullah saw berpesan:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاٰخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari Muslim)
Kata ‘khairan’ atau baik yang dimaksudkan dalam hadits ini menurut Imam An-Nawawi mengharuskan kita untuk memastikan bahwa kalimat yang kita sampaikan jelas mengandung nilai maslahat atau kebaikan. Tidak semua informasi boleh disampaikan dan dikabarkan kepada khalayak ramai. Sebaiknya terlebih dahulu kita cek dan re-check apakah informasi tersebut sesuai kenyataan atau hoaks. Walaupun sesuai kenyataan, apakah cara kita menyampaikan informasi tersebut akan menyebabkan kerugian bagi sekelompok orang. Apa tidak sebaiknya kita konfirmasi terlebih dahulu ke pihak yang terkait? Apa tidak sebaiknya kita lakukan cover both sides, mengkonfirmasi kepada kedua belah pihak apabila menyangkut dua pihak yang berkonflik? Pendek kata, yang lebih aman bagi kita menyebarkan informasi yang di dalamnya mengandung kebaikan dan kemaslahatan bagi orang banyak. Dan itu pun harus tetap mengikuti norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat.
Hadirin rahimakumullah,
Demikian khutbah ini semoga memberikan kesadaran kepada kita akan pentingnya menjaga akhlak dan etika, termasuk etika dalam bermedsos dan bergaul di dunia maya. Tidak pantas lagi bagi kita untuk menyampaikan ujaran kebencian dan kalimat-kalimat kotor lain, walaupun itu sebatas hanya di media sosial. Karena pada hakikatnya semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah Swt. Mari kita isi media sosial kita dengan sesuatu yang positif dan akan membawa kemaslahatan bagi orang banyak. Semoga Allah selalu melindungi kita dan memberkahi hidup kita dengan limpahan karunia-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ.
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ،
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ، رَبَّنَا أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.
Taufik Setyaudin, MA, Pondok Pesantren Sabiluna Kota Tangerang Selatan