Khutbah 1
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْاَحَدِ الصَّمَدِ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِتِّحَادِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ دَعَانَا بِحُبِّ الْبِلَادِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلِ الْخَلْقِ عَلَى اْلإِطْلاَقِ وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحاَبِهِ الْفاَئِزِيْنَ بِنُصْحِ اْلأُمَّةِ فِى اْلآَفاَقِ، أَمَّا بَعْدُ
فَيَاأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ، اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِه اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِه لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada kesempatan yang mulia ini, izinkan kami berwasiat kepada diri sendiri dan kepada para jamaah untuk senantiasa meningkatkan kualitas taqwa kepada Allah Swt. dengan segenap kemampuan yang kita miliki. فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ. Semoga dengan taqwa kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang senantiasa dirahmati Allah Swt. Amin Ya Rabbal Alamin.
Di antara cara meningkatkan ketaqwaan adalah senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan anugerah yang telah kita rasakan dalam hidup kita. Syukur Alhamdulillah, kita hidup di negeri dengan sumber daya alam yang melimpah: dari udara, lautan, tanah, hingga lapisannya, seluruhnya dapat kita olah dan dapat kita nikmati hasilnya. Kekayaannya membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Minggas sampai Pulau Rote.
Kekayaan yang membentang luas itu tidak ada artinya jika di antara kita saling berebut, menguasai, merasa paling memiliki dan saling mengedepankan ego golongan. Terlebih, kita merupakan bangsa yang juga kaya akan suku, bahasa, bangsa, budaya, dan agama. Kedua anugerah ini, baik kekayaan alam maupun keberagaman, perlu kita syukuri, kita pelihara dan kita rawat bersama-sama.
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
“Dan janganlah berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik”
Untuk mempersatukan keberagaman dan mengantisipasi perpecahan antar golongan, para pendiri bangsa telah merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila menjadi perjanjian sekaligus kesepakatan bersama, mitsaqan ghalidza, yang setiap isinya mengandung nilai-nilai yang mulia, selaras dengan kearifan warga, senafas dengan prinsip agama. Pancasila merupakan hasil ijtihad luar biasa para tokoh bangsa, yang dapat diterima oleh seluruh elemen warga, dengan berbagai latar belakang budaya, bahasa serta agama. Mengapa demikian? Karena Pancasila menghargai, bukan mengeliminasi. Karena Pancasila mengapresiasi, bukan menghakami. Dan dalam konteks agama kita, karena Pancasila syarat dengan nilai-nilai Islami.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kesesuaian Pancasila dengan Islam terletak pada seluruh sila. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa merupakan prinsip Tauhid dalam Islam, pokok dari ajaran agama. Dalam Q.S. al-An’am (6): 19 disebutkan:
اَىِٕنَّكُمْ لَتَشْهَدُوْنَ اَنَّ مَعَ اللّٰهِ اٰلِهَةً اُخْرٰىۗ قُلْ لَّآ اَشْهَدُ ۚ قُلْ اِنَّمَا هُوَ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ وَّاِنَّنِيْ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ
“Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain selain Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui". Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”
Ajaran Monoteisme Al-Qur’an yang kemudian menjadi sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa seluruh warga negara memiliki keyakinan atas keagungan dan ke Maha Kuasaan Tuhan yang Esa. Dengan keyakinan ini, sudah selayaknya kita menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, sebagaimana tertuang dalam sila kedua: “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”. Kandungan kemanusiaan atau insaniyyah secara tegas termaktub dalam Q.S. Al-Nisa’ (4): 135
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pengakuan kemanusiaan dengan adil dan beradab dicontohkan sendiri oleh Rasulullah. Dalam riwayat disebutkan bahwa para sahabat berkata, “kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah Saw, tak lama berselang tiba-tiba jenazah lewat dan Rasul seketika berdiri. Kami lantas mengikuti beliau dan setelah itu kami bertanya padanya, “Wahai Rasul, jenazah tersebut adalah orang Yahudi”. Rasul lantas menjawab: “Bukankah ia manusia?”. Pertanyaan retoris Rasul ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengajak pada sahabat agar memandang manusia dari sisi kemanusiaannya, bukan dari sisi agama semata.
Visi kemanusiaan selanjutnya dapat menopang terwujudnya sila ketiga Pancasila “Persatuaan Indonesia”. Islam melalui Al-Qur’an secara tegas mengajak umat manusia untuk selalu bersatu dan tidak berseteru. Allah berfirman dalam Q.S. Ali Imran (3): 105,
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”
Bersatu atas nama negara dan bangsa bukanlah hal yang dilarang. Kecintaan terhadap negara dan tanah air tidak hanya manusiawi, tetapi juga islami.
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا اٰمِنًا
“Ya tuhanku, jadikanlah negeri ini negari yang aman.”
Ini merupakan doa yang ditengadahkan Nabi Ibrahim sebagai wujud kecintaan terhadap negara dan tanah airnya. Hal yang sama juga diajarkan Nabi ketika beliau dan para sahabatnya hijrah meninggalkan Makkah pergi ke Madinah.
Kesesuaian Pancasila dengan Islam selanjutnya dapat kita lihat dari sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Nilai yang diusung oleh sila ini adalah prinsip musyawarah. Al-Qur’an setidaknya menyebutkan tiga kali tentang pentingnya musyawarah. Salah satunya terdapat dalam firman Allah Q.S. Ali Imran (3): 159,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (publik). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat di atas menjelaskan tentang perintah Allah Swt. kepada Nabi Muhammad untuk mengajak bermusyawarah dengan para sahabatnya. Ibnu ‘Asyur dalam Tafsirnya menyatakan, “Musyawarah dapat dilakukan untuk mencapai kemaslahatan bersama, dari urusan keluarga hingga kemaslahatan bernegara”. Fungsi lain musyawarah disebutkan dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an karya Imam al-Qurthubi, Ibnul Arabi menyatakan, “Musyawarah dapat menyatukan golongan, menyegarkan pikiran, serta jalan menuju kebenaran”. Jelas, bahwa dengan cara musyawarah, kemaslahatan bersama dapat dipikul, diperjuangkan dan didapatkan secara bersama-sama dengan menyatukan setiap kekuatan yang ada. Musyawarah tidak hanya menemukan kemaslahatan tetapi sekaligus menjaga persatuan.
Terakhir, sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sesuai dengan prinsip al-adalah (Keadilan) yang diajarkan oleh Islam. Karena pentingnya berbuat adil, al-Qur’an mengingatkan bahwa keadilan harus tetap dikedepankan bahkan kepada kelompok yang dibenci sekalipun. Ditegaskan dalam Q.S. al-Maidah (5): 8
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari penjelasan ini, semestinya kita semakin meneguhkan Pancasila sebagai dasar negara dan mengejawantahkan nilai-nilainya dalam kehidupan bersama. Kita juga perlu senantiasa mengajarkan nilai-nilai Pancasila dan mewariskannya dari generasi ke generasi. Hingga kita semua tetap hidup damai, aman, sentosa, bersama-sama di atas hamparan sajadah Tanah Air Indonesia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah 2
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ، أَمَّا بَعْدُ.
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ، اِتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، فَقَالَ اللّٰهُ تَعَالَى اِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَايَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً، وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ
Hasan Mahfudh, M.Hum, Pengajar Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan, Gresik