Membedah Peran Program Harmoni dalam Mewujudkan Masyarakat Inklusif

blog

 

Jakarta, 23 Agustus 2024 – Upaya membangun ketahanan komunitas dan mendorong budaya toleransi di Indonesia terus menghadapi tantangan di tengah perubahan sosial dan politik yang dinamis. Ancaman radikalisme dan ekstremisme masih menjadi isu strategis yang perlu ditangani dengan pendekatan komprehensif. Untuk mengevaluasi efektivitas program yang telah berjalan, Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama Harmoni menggelar "Learning Event: Harmoni – Learning and Legacy" pada 21-22 Agustus 2024 di Jakarta.

Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Deputi Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto, Direktur Office of Democratic Resilience and Governance USAID Jeremy Meadows, serta Chief of Party Harmoni Umelto Labetubun. Selain itu, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan mitra internasional juga turut serta dalam dialog strategis ini untuk mendiskusikan pencapaian dan tantangan yang dihadapi oleh program Harmoni dalam enam tahun terakhir.

Idris Hemay, Direktur CSRC, menyoroti pendekatan "The Most Significant Change" (MSC) yang digunakan dalam penelitian mereka untuk mengidentifikasi perubahan signifikan dalam masyarakat. Hasil penelitian ini dirangkum dalam booklet The Symphony on Change yang mencakup empat tema utama: ketahanan keluarga, inklusivitas, seni dan ketahanan budaya, serta proses lepas putus (disengagement) dari ekstremisme. "Jadi hasil penelitian ini kami berikan judul yang puitik; The Symphony on Change. Dalam rangka kita menguji sejauh mana perubahan signifikan, kita menggunakan teori MSC untuk menilai apakah betul terjadi perubahan. Hasilnya dibukukan dalam bentuk sebuah booklet yang dapat diakses di barcode masing-masing lanyard," ujar Irfan Abubakar, Koordinator Peneliti MSC Harmoni.

Program Harmoni, yang didukung oleh United States Agency for International Development (USAID), telah berperan dalam mengatasi risiko radikalisasi melalui berbagai pendekatan, termasuk keterlibatan pemuda, seni, dan pendidikan. Beberapa penerima manfaat program turut berbagi pengalaman mereka, termasuk Masroh Hidajati (Kepala Sekolah SMPN I Taman Sidoarjo), Abdul Hamid (peserta Program Pemuda Penggerak Perdamaian dari Fahmina Institut), Elfreda Haura Fawwas (peserta program FROSH), serta Fajar (musisi dari Komuji Bandung) yang menutup presentasi dengan menampilkan beberapa lagu ciptaannya.

Pada hari kedua, acara dimulai dengan pertunjukan tari topeng dari Lesbumi Cirebon dan dilanjutkan dengan sesi podcast oleh Tim Harmoni mengenai peran gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan (P/CVE). Diskusi kelompok tematik juga membahas strategi dalam mendukung ketahanan komunitas, pendidikan, serta keterlibatan pemuda.

Keberlanjutan program ini menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam menghadapi perubahan kebijakan pendanaan dari donor internasional. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil menjadi faktor kunci agar inisiatif ini dapat terus berjalan dan memberikan dampak yang lebih luas.

Dengan refleksi dan kolaborasi yang semakin kuat, praktik baik yang telah diterapkan dalam program Harmoni diharapkan dapat terus berlanjut. Langkah-langkah strategis dalam memperkuat ketahanan sosial dan menjaga perdamaian di Indonesia harus terus dikembangkan agar upaya pencegahan ekstremisme dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. (FK)

 

Linkage